Moment kilas Balik Persebaya Surabaya Dari Dualisme

Moment kilas Balik Persebaya Surabaya Dari Dualisme Hingga Saat Ini

Moment kilas Balik Persebaya Surabaya Dari Dualisme – Dualisme Persebaya Surabaya merupakan peristiwa dualisme antar klub sepak bola Persebaya Surabaya yang berlangsung antara tahun 2010 hingga 2017. Suporter Persebaya (Bonek) membawa spanduk ucapan terima kasih kepada warga Blitar atas kericuhan Piala Gubernur Jatim 2020 Laga pada laga pertama Persebaya Surabaya Liga 1 2020 di Stadion Gelora Bung Tomo, Surabaya.

Moment kilas Balik Persebaya Surabaya Dari Dualisme Hingga Saat Ini

Moment kilas Balik Persebaya Surabaya Dari Dualisme Hingga Saat Ini

islschedule – Para pecinta sepak bola khususnya suporter Persebaya Surabaya tentunya tidak akan melupakan momen terdegradasinya tim berjuluk Bajul Ijo tersebut.Sebelum Persebaya Surabaya menjadi salah satu klub yang ditakuti seperti saat ini, sudah pernah mengalami masa-masa buruk.Momen yang tidak akan pernah dilupakan oleh para suporter Persebaya, khususnya pada ajang Liga Super Indonesia (ISL) 2009-2010
Persebaya Surabaya saat itu sedang mengalami degradasi, namun dengan cara yang agak aneh.

Sementara itu, Persebaya yang dijadwalkan melawan Persik Kediri di Stadion Brawijaya Kediri pada 29 April 2010, tidak terlaksana karena Macan Putih tidak mendapat izin.Meski laga ini sangat penting bagi Bajul Ijo, namun kemenangan di Persebaya memastikan mereka lolos ke babak playoff untuk menghindari degradasi.

Pendahuluan
Kerusuhan dan gejolak dalam manajemen klub sepak bola Persebaya sebenarnya dimulai sejak Persebaya dipimpin oleh Bambang DH bersama manajernya Saleh Ismail Mukadar. Pada kompetisi musim 2005, Persebaya menyatakan mundur dari babak delapan besar Divisi Utama 2005 (saat itu Divisi Utama merupakan kompetisi liga tertinggi di Indonesia) , yang mengakibatkan Persebaya dihukum degradasi ke divisi satu (Liga Kedua), sedangkan kepengurusan kedua yakni Bambang DH selaku Ketua Umum Persebaya mendapat skorsing 10 tahun dan pelatih Persebaya Saleh Ismail Mukadar skorsing dua tahun.

Saat tersedia posisi di kepengurusan Persebaya, Arif Afandi memperkenalkan diri sebagai Ketua Umum Persebaya memainkan kompetisi di Divisi Satu. Dan pada tahun 2006, Persebaya berhasil menjadi juara Divisi Satu dan promosi ke Divisi Utama tahun 2007.

Baca Juga : Dampak Negatif Alkohol Terhadap Kesehatan Wanita

Namun pada kompetisi Divisi Utama 2007, Persebaya berada di peringkat 14 klasemen akhir wilayah Timur, yang juga tidak lolos ke Liga Super 2008. (kompetisi yang diharapkan dapat menggantikan kompetisi Divisi Utama sebagai kompetisi tertinggi di Indonesia) dan harus kembali ke Divisi Utama pada tahun 2008.

Setelah kegagalan Persebaya pada tahun 2007, Divisi Utama Arif Afandi diminta mundur dan akhirnya digantikan lagi oleh Saleh Ismail Mukadar yang menjalani larangan bermain selama dua tahun.

Pada kompetisi Divisi Utama 2008, Persebaya asuhan Saleh Ismail Mukadar menempati posisi ke-4 setelah berhasil mengalahkan PSMS Medan melalui adu penalti di babak playoff. Dengan demikian, otomatis Persebaya lolos ke Liga Super Indonesia (ISL) 2009.

Untuk dapat mengikuti ISL, klub peserta harus berbadan hukum sesuai statuta PSSI dan tidak diperkenankan menerima APBD . Oleh karena itu, Persebaya mendirikan badan hukum Persebaya Surabaya bernama PT di bawah pimpinan Saleh Ismail Mukadar. Persebaya Indonesia.

Dari segi komposisi kepemilikan saham, 80% adalah perorangan (terdiri dari Saleh Ismail Mukadar 55% dan Cholid Goromah 25%), sisanya 20% milik koperasi Mitra Surya Abadi yang sahamnya dipercayakan kepada Suprastovo.

Jadi Persebaya terdaftar di bawah PT. Persebaya Indonesia merupakan bagian dari pengurus Liga Indonesia sebagai klub profesional yang mengikuti kompetisi Liga Super Indonesia (ISL).

Saat itu, Saleh Ismail Mukadar mendapat dana hibah lebih dari Rp 11 miliar dari APBD Kota Surabaya untuk menjalankan klub ini.

Meski dana APBD puluhan miliar digelontorkan pada kompetisi musiman 2009, Persebaya berhasil bangkit lagi ke Divisi Utama 2010. Saleh Ismail Mukadar saat itu berdalih, hasil yang diraih Persebaya merupakan akibat dari kesewenang-wenangan dan kezaliman pimpinan pusat PSSI terhadap Persebaya.

Moment kilas Balik Persebaya Surabaya 

Drama Pertandingan Final ISL 2009-2010
Laga terakhir Persik Kediri kontra Persebaya Surabaya di ISL 2009 menjadi drama kontroversial yang bisa saja terjadi. Tak lepas dari dualisme Persebaya Surabaya, saat itu selain Persitara Jakarta Utara, ada tiga tim yang berada di posisi terbawah klasemen, yakni

Pelita Jaya FC di peringkat 15. tempat dengan 39 poin.
Persik Kediri menempati posisi ke-16 dengan 36 poin. (1 pertandingan tersisa)

Persebaya Surabaya berada di peringkat 17 dengan 36 poin. (1 pertandingan tersisa).

Dan ketiga tim sama-sama berjuang untuk menghindari degradasi ke Divisi Premier dan harus finis di urutan ke-15 tabel final untuk memesan tiket ke Play-off dan harus menang melawan tim peringkat keempat Divisi Utama 2009 yaitu Persiram Raja Ampat.

Persebaya Surabaya berpeluang mengamankan tiket babak play-off dengan sisa satu laga terakhir melawan Persik Kediri, sedangkan Pelita Jaya FC sudah memainkan seluruh pertandingan. Dan jika Persebaya Surabaya menang melawan Persik Kediri maka poinnya akan sama dengan Pelita Jaya FC, namun Persebaya unggul selisih gol.

Berikut tabel klasemen akhir ISL 2009 setelah Persebaya dinyatakan kalah WO melawan Persik Kediri.
Drama di Kediri
Laga terakhir Persik Kediri kontra Persebaya Surabaya sebenarnya akan berlangsung pada 5 Agustus 2010, namun karena khawatir dengan serbuan rombongan suporter Persebaya (Bonek) di Kediri untuk menyaksikan pertandingan tersebut, kata Kapolres. Kediri akhirnya mengeluarkan surat keputusan tertanggal 3 Agustus 2010 yang meminta agar pertandingan tersebut digelar di luar Jawa Timur. Namun PT Liga Indonesia selaku operator ISL tetap mengizinkan pertandingan tersebut digelar, namun Persebaya menolak menjadi tuan rumah pertandingan tersebut karena berpegang pada keputusan Kapolres Kediri yang melarang pertandingan tersebut digelar di Kediri.

Akhirnya pertandingan tidak berlangsung dan sesuai aturan Persebaya WO (Walk Out) seharusnya menang karena tim tuan rumah (Persik Kediri) gagal mengatur jalannya pertandingan. Namun sesuai keputusan PT Liga Indonesia saat itu, pertandingan tersebut akan dilangsungkan di kemudian hari.

Awal dualisme
Usai drama laga ulang di Palembang, Presiden Persebaya Jenderal Saleh Ismail Mukadar tegaskan siapa yang tidak akan mengikuti kompetisi di bawah naungan PSSI musim 2010/11. Penolakan untuk mengikuti kompetisi PSSI dapat dianggap sebagai pelanggaran terhadap statuta PSSI, karena statuta tersebut dengan jelas menyatakan bahwa kewajiban anggota PSSI (dalam hal ini klub) adalah untuk mengikuti kompetisi yang diselenggarakan oleh PSSI.

Setelah Saleh Ismail Mukadar menolak mengikuti kompetisi PSSI 2010, status Persebaya didaftarkan melalui PT. Pada tahun 2009, Persebaya Indonesia sebagai asosiasi anggota pusat PSSI terancam dikeluarkan dari asosiasi tersebut. Seperti yang terjadi pada Persema Malang dan Persibo Bojonegoro yang memutuskan tidak mengikuti kompetisi PSSI dan memilih mengikuti kompetisi di luar PSSI atau Breakaway League begitu sebutannya saat itu. di Liga Utama Indonesia (LPI).

Menyusul penolakan tersebut, Saleh Ismail Mukadar yang juga Ketua Pengurus PSSI Cabang Kota Surabaya mendapat sanksi dari Komisi Disiplin Pengurus Provinsi PSSI Jawa Timur berupa sanksi pembekuan kepengurusan PSSI Cabang Kota Surabaya (Pengcab). Pengurus Pemcab PSSI Kota Surabaya akhirnya memilih Wisnu Wardhana sebagai Presiden Pengcab PSSI Kota Surabaya dalam rapat khusus cabang (Muscablub) pada 7 Juni 2010.

Usai terpilih, Wisnu diminta menyelamatkan Persebaya dari ancaman dikeluarkan dari keanggotaan PSSI. Inilah awal mula dualisme Persebaya-Surabaya. Wisnu yang berusaha menyelamatkan Persebaya akhirnya membentuk tim rival Persebaya di bawah PT dengan restu PSSI. Mitra Muda Inti Berlian menjadi badan hukum dan terdaftar di PSSI pada April 2010. Hal ini menyelamatkan Persebaya dari sanksi pemecatan yang dijatuhkan PSSI kepada klub Persema Malang dan Persibo Bojonegoro yang jelas-jelas menolak mengikuti kompetisi PSSI dan memutuskan untuk mengikuti kompetisi tersebut. LPI yang berada di luar PSSI.